Bakat merupakan kelebihan seseorang yang diberikan kepada Tuhan. Kita bisa menyalurkan bakat yang bersifat positif. Contohnya diadakannya PUTRI BATIK di KEDIRI. Acara ini sangat bermanfaat, contohnya kita bisa melestarikan budaya batik yang saat ini mulai tercemar oleh arus Globalisasi.
Putri Batik di Kediri yang dimenangkan oleh Laksmi Palupi ini bisa membuat panggung berirama.
Bagaimana Ceritanya?
Laksmi
Palupi memukau pengunjung School Contest VII. Salah satu peserta gadis
batik ini berbeda dengan peserta lain. Ia memiliki kekurangan dalam
berbicara dan mendengar. Bagaimana cara dia menyesuaikan irama musik
dengan gerakannya?
Suasana
Insumo Kediri Convention Center (IKCC) Sabtu (5/10) begitu ramai. Sorak
sorai remaja siswa-siswi SLTP, SMA, dan sederajat begitu mengema. Ya,
mereka sedang berkumpul mengikuti School Contest VII (SC VII). Sebuah
ajang kreativitas bagi para pelajar dari berbagai sekolah di Kediri,
Nganjuk, dan Tulung Agung.
Meski
berada di dalam ruangan, suasana gerah masih juga terasa. AC tidak
dapat mendinginkan panasnya cuaca siang itu. Semangat para pendukung pun
semakin berkobar. Mereka meneriakkan yel-yel dukungan. Hari itu SC VII
mengelar kompetisi english star, pemilihan gadis batik dan lomba
akustik. Satu perlombaan yang menjadi perhatian, yaitu Pemilihan gadis
batik yang dimulai pukul 15.00.
Lasmi
Palupi, peserta dengan nomer urut 11 ini berbeda dengan peserta lain.
Tuhan memberikan kelebihan tersendiri kepadanya. Walau sebagian orang
memandang hal tersebut sebagai kekurangan. Palupi memiliki keterbatasan
untuk mendengar dan berbicara. Sebuah pertanyaan yang terbesit di benak
wartawan koran ini atau bahkan di pikitan para penonton. Bagaimana ia
menyesuaikan lagu dan gerakan, dibalik kelebihannya itu?
Ditemui
dibelakang panggung setelah selesai presentasi, pertanyaan itu
terjawab. Duduk di sebuah sofa hitam kami berbincang-bincang. Melalui
Ekowati, sang ibunda, siswi kelas 3 SMPLB Bhakti Pemuda Kediri ini
bercerita. Kelebihan tersebut tidak membuat Palupi minder dengan peserta
lain. Hal tersebut malah menberinya motivasi. Menunjukkan pada semua
orang yang memandangnya sebelah mata. Bahwa kekurangannya bukanlah
penghalang baginya untuk berprestasi.
Tuhan sunguh adil, meskipun ia lemah dalam pendengaran. Palupi diberikan feeling
yang kuat. Getaran dari musik yang mengema dijadikan sebagai acuannya.
Mengamati kontestan lainnya saat berjalan dan memperhatikan sekitar.
Dari situ lah gadis dengan tinggi 175 cm menyesuaikan langkah, gerakan
dan pose. “Palupi mengamati gerakan peserta sebelumnya,” ujar guru SDN
Pagu ini tersenyum.
Rasa
grogi menghampiri Palupi sebelum naik panggung. Untuk menghilangkan
perasaan itu, ia memegang erat tangan ibunya. Hal itu memberikan energi
positif baginya. Gadis yang hobi memasak nasi goreng pun melenggang bak
model profesional. Perasaan deg-deg an pun hilang setelah ia berada
diatas cat walk.
Satu
persatu peserta tampil dan mempresentasikan motif batik yang mereka
kenakan. Hingga sampai giliran Palupi dipanggil. Awalnya semua penonton
melihat biasa penampilan gadis kelahiran 5 September ini. Tetapi hal itu
berubah setelah seorang perempuan mengenakan pakaian dinas guru
mendampinginya. Ia membantu gadis yang suka makan nasi goreng ini
mempresentasikan batiknya. Perempuan berjilbab tersebut tak lain adalah
Ekowati, sang bunda.
Semua
mata pengunjung tertuju kepadanya. Aplaus penonton begitu mengema saat
sang bunda selesai mempresentasikan motif batik. Palupi tampak anggun
mengenakan batik jumantara prima dengan corak ponco margi. Sorak
pengunjung semakin meriah saat Palupi melangkahkan kaki. Memperagakan
gaun dan berpose dihadapan juri.
Dunia
modeling telah dikenal Palupi sejak ia duduk di bangku kelas 6 SD SLB.
Saat itu ia diajak gurunya yang akrab dipanggil bunda Susi untuk
mengasah kepercaya dirinya. Sejak saat itu dia tertarik untuk mengikuti
lomba sejenis. Setiap ada buklet tentang lomba model, ia sodorkan kepada
Ekowati. “Boleh ya,” ucap gadis yang juga jago nari remong ini berkali
kali saat merayu ibunya.
Mendengar
permintaan putrinya, Ekowati pun tak bisa berbuat apa-apa. Sebagai
seorang ibu, ia selalu mendukung keinginan anaknya. Asalkan hal tersebut
positif dan dapat meningkatkan percaya dirinya. Kegembiraan selalu
terpancar diwajah manisnya. “Seneng,” ucapnya dengan mengisyaratkan
senyuman dan menganggukan kepala.
Baginya
kekurangan tersebut bukanlah hal yang harus disesali. Melainkan harus
disyukuri. Biarkan orang lain memandangnya sebagai kelemahan. Tapi ia
bisa membuktikan kekurangannya tidak memutuskan jalannya untuk meraih
prestasi. Bahkan September lalu ia juga meraih juara harapan 1 lomba
tari remong tingkat provinsi yang diadakan di Selorejo, Malang.
http://edukasi.kompasiana.com/2013/12/23/laksmi-palupi-peserta-difabel-pemenang-gadis-batik-school-contest-vii-622185.html
0 komentar:
Posting Komentar